HARUS.ID, Jambi — Alih-alih mencari untung, Samuji Hasan malah tak bisa menikmati dari lahan sawit seluas 27 hektar yang berada di KM 70, Desa Muaro Papalik, Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabar), Jambi.
Bagaimana tidak, lahan yang dibelinya sejak tahun 2018 silam hingga kini tidak bisa ia kuasai sepenuhnya. Pasalnya, lahan tersebut diklim oleh Mangara Siagian sebagai pemiliknya.
“Karena saya berani beli karena ada legalitas ukurnya menurut Negara Indonesia sudah sah,” kata dia kepada sejumlah media di Jambi, Kamis (23/12/21).
Peristiwa itu bermula pada saat Samuji Hasan kelokasi usai melakukan pembelian. Namun, alangkah terkejutnya pada saat dilokasi menemukan orang tanpa dikenalnya tengah memanen sawitnya.
Kemudian, kepada pemanen ia meminta untuk segera menghentikan aktivitasnya, karena menurutnya lahan itu adalah sah hak miliknya yang baru saja dibeli berdasarkan sertifikat yang dimiliki dan yang dikeluarkan oleh pihak BPN.
“Ternyata disitu ada orang manen bukan suruhan saya, dua orang, saya tanya ‘siapa yang suruh manen, kata dia Mangara Siagian,” tukasnya.
Maka melalui sambungan telepon salah satu pemanen, akhirnya Samuji berhasil berkomunikasi dengan Mangara Siangian. Dalam pembicaraan itu, menurut Samuji, Mangara Siagian mengklim lahan itu adalah hak miliknya berdasarkan SK Gubenur.
“Dan dia bilang ‘kamu beli lahan itu tidak sah. Itu lahan saya SK Gubernur’. Ya oke dak apa-apa tapi kita ketemu, karena saya beli berdasarkan sertifikat juga mungkin ada tumpang tindih atau gimana kita selesaikan duduk bersama,” ujarnya.
Namun menurutnya, saat berkomunikasi via telepon tersebut Mangara Siagian tidak bersedia untuk berjumpa karena alasan sedang sibuk. Bahkan, sejak berkomunikasi pada tahun 2018 lalu hingga saat ini belum bertemu dengan Mangara Siagian.
Seiring waktu pada tahun 2021 lalu, pihak Samuji pun kembali mencoba menduduki lahan tersebut. Namun selama tiga bulan banyak peristiwa yang dialami oleh orang utusannya untuk menduduki lahan tersebut.
Bahkan mereka diteror dan sejumlah tanaman sawit miliknya pun ditumbang yang diduga dilakukan oleh pihak Mangara Siagian yang berujung pada pelaporan polisi oleh Samuji.
Mike, Pendamping Hukum Samuji, mengaku pada saat cek lokasi oleh Polres Tanjabar dan pihak Polsek setempat pihak Mangara Siagian tidak bisa menunjukkan alashak yang dimilikinya.
“Alashak yang mereka ceritakan itu adalah SK Gubernur. Pada saat cek lokasi kelapangan kita bawa sertifikat kita, kita cek sesuai dengan sertifikat dan GPS, mereka tidak bawa apa-apa,” sebutnya.
Dia pun mempertanyakan tetang SK tersebut. Pasalnya, nomor SK Gubernur tersebut terdapat dengan tulisan tangan. “Ngak mungkin nomor SK itu ditulis tangan dan juga tidak mungkin dikuasai oleh segelintir orang,” imbuhnya.
Bahkan, pihak Mangara Siagian saat ini telah melakukan gugatan kepada Samuji Hasan. Mike pun mempertanyakan dasar pihak Siagian melakukan gugatannya, apakah berdasarkan SK gubernur atau berdasarkan Sporadik yang diakuinya terbit pada tahun 2003.
Karena menurutnya, SK gubernur itu ditujukan kepada masyarakat sekitar melalui KUD sedangkan lahan itu dikuasai oleh segelintir orang. Begitupun Sporadiknya, ia meragukan keabsahannya.
Selain itu, ia mengaku keberatan atas pemberitaan disalah satu media di Jambi yang dinilai tidak berimbang yang menyebutkan bahwa pihaknya adalah mafia tanah. Padahal kata dia, pernyataan itu tidak benar.
Maka dari itu, ia berharap persoalan itu bisa diungkap secara terang benderang dengan menunjukkan bukti kepemilikan yang sah secara hukum.
Redaksi
Discussion about this post